-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mushaf (4)

Monday, February 03, 2014 | February 03, 2014 WIB Last Updated 2014-02-03T13:12:35Z
Meneladani Ibrahim 
Oleh IBN GHIFARIE
Artikel ini pernah dimuat pada Podium Tribun Jabar edisi 14 Oktober 2013


Maraknya aski kekasan antaragama, konflik sosial (horizontah) antarkelompok, etis, golongan di Indonesia menjadi petanda pudarnya sikap saling menghormati perbedaan dan pemberian keteladanan dari pemuka agama, pejabat.

Betapak tidak, hasil laporan KontraS mencatat selama tahun 2012 ada 32 konflik horizontal yang tejadi di Lampung (5), Aceh (5), Papua (6), Sulawesi Tengah (15), Kalimantan Timur (1) yang menyebabkan 28 orang tewas dan 200 orang luka serius. Data terbaru (20 Maret 2013) menunjukkan terdapat 700 lebih peristiwa kekerasan dengan korban mencapai 2000 orang.


Sebagai bangsa dan negara yang pluralis (suku, agama, etnis, ras, golongan, kepercayaan dan keyakinan), harapan untuk hidup rukun, harmonis di tengah-tengah perbedaan merupakan dambaan setiap masyarakat. Kini, konflik sosial di masyarakat ma­lah menjadi ancaman yang berpotensi mengganggu keutuhan NKRI dan me­ngi­kis semangat nasionalisme bangsa.

Sejatinya, kehadiran Hari Raya Iduladha (10 Zulhijah) yang jatuh pada 15 Oktober 2013 tidak hanya merayakan tradisi penyembelihan hewan kurban (unta, sapi, kerbau, domba, kambing), tetapi harus menjadi momentum untuk memperbaiki kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan, seperti yang telah diperaktikan oleh Ibrahim dalam menjalani kehidupan ini.

Pesan Kurban

Menurut Ali Audah, kurban merupakana simbol pengurbanan demi membela tauhid dan demi membela, membantu kaum fakir, miskin. (QS 22:28,36)

Memang kurban ini wujudnya adalah berupa hewan yang secara simbolik dipersambahkan kepada Allah. Tetapi kongkritnya “yang sampai kepada Allah bukan daging dan darahnya, melainkan yang sampai kepadanya ketaqwaan kamu” (QS 22;27). Ketaqwaan yang menjadi salah satu syarat ini tak lain adalah kecintaan kepada Allah dan menuntut kita untuk mencintai sesama manusia dengan segala perbauatan baik.

Abdullah Yusuf ‘Ali dalam karya bukunya, (Quran, Terjemahan dan Tafsirnya) mengatakan “Inti qurban itu sudah dijelaskan (yakni…tujuan kurban yang sebenarnya, bukan untuk mengambil hati yang berkuasa, sebab Allah adalah Tunggal, dan Dia tidak mengharapkan daging atau darahnya (QS 22:27), tetapi sebagai lambing tanda bersyukur kepada Allah dengan membagikan daging itu kepada sesama manusia.

Dengan khidmat menyebut nama Allah atas kurban itu merupakan bagian penting dari acara tersebut). Jangan ada orang yang mengira bahwa yang diterima Allah itu daging dan darahnya. Hanya kaum musyrik yang membayangkan bahwa darah tersebut akan dapat membuat Tuhan tenteram. Yang diterima Allah ialah keikhlasan hati kita, dan sebagai lambing persembahan demikian suatu lambang nyata memang diperlukan.

Berbuat amal kebaikan ini diwujudkan dalam simbol-simbol lahir dan batin, seperti penyembelihan hewan kurban dengan tujuan utama daging hewan itu untuk dibagikan kepada masyarakat yang kurang mempu, sedang niat dan tindakan adalah sebuah manifestasi ketaqwaan. Kita dapat belajar dari kurban hewan yang dilakukan oleh Rasulullah, misalnya.

Nabi menyembelih sebanyak 100 (63) ekor menurut satu sumber (lain), bukan sekedar untuk ulang tahun yang 63, tetapi terutama sebagai rukun ibadah untuk menyantuni masyarakat tidak mampu. Di sini kita diuji juga dalam arti batin, untuk selalu menyantuni masyarakat tak berkecukupan. Kita diuji untuk selalu sabar dan tabah, bahkan secara simbol anak merupakan curahan cinta ibu-bapak pun harus dikurbankan demi kecintaan kepada sesama manusia yang lebih luas, dengan membuang jauh-jauh segala sifat egoisme, mementingkan diri sendiri, keluarga, harta, pangkat, kedudukan dan keturunan.

Peristiwa ini adalah isyarat nyata bagi kita untuk direnungkan lebih dalam. Rangkaian ibadah haji memang bukan sekedar mengenang peristiwa ini tetapi juga tidak hanya sekedar ingin mengejar (meraih) surga dan neraka. Lebih dari itu tentu memberi arti, dimensi yang luas dalam pengertian dan kehidupan agama dan soaial. Isyarat ini bagaimana kita harus berkurban rohani, materi dan fisik, seperti yang dicontohkan oleh Ibrahim. (Mingguan PESAN No.62/Th.II/03/2000 dan Hasan M. Noer [ed], 2001;320-323)

Makna Terdalam 


Memang haji diakhiri dengan Hari Raya Kurban (Iduladha), dalam tradisi Muslim juga dikenal sebagai Hari Raya Besar (Idulkabir). Hari raya ini untuk memperingati perintah Tuhan kepada Ibrahim supaya mengorbankan putranya, Ismail (Ishak dalam tradisi Yahudi dan Kristiani).

Secara ritual, haji napak-tilas penolakan Ibrahim atas godaan setan untuk mengabaikan perintah Tuhan dengan bebebrapa kali melempari setan dengan batu, di sini disimpolkan dengan tiang batu. Setelah itu, mereka mengorbankan ternak (domba, kambing, sapi atau unta), sebagaimana Ibrahim akhirnya diizinkan untuk mengganti anaknya dengan seekor biri-biri jantan. Ini pun melambangkan, sebagaimana Ibrahim, para jemaah haji ingin mengorbankan sesuatu yang paling penting bagi mereka.

Orang perlu mengingat pentingnya ternak-ternak itu sebagai simbol kekayaan keluarga dan bahan pokok untuk bertahan hidup. Sebagain daging itu dimakan sendiri, dan sebagain besar lainnya dibagi-bagikan kepada fakir miskin yang memerlukan. Pada zaman modern, dengan hampir dua juta jamaah dalam haji, saudi Arabai harus menemukan cara baru untuk membekukkan, mengawetkan dan membagi-bagikan daging yang sangat banyak itu.

Iduladah adalah hari raya muslim di seluruh dunia yang berakhir setelah tiga hari, waktu bergembira, berdoa dan mengunjungi keluarga dan teman. Di akhir haji, banyak yang mengunjungi masjid dan makam Muhammad di Madinah sebelum mereka pulang. Kehormatan yang luar biasa bagi mereka yang sudah menunaikan haji tercermin dalam sejumlah praktik. Banyak yang kemudian menggunakan nama haji, ditempatkan di depan nama mereka. Mereka yang mampu akan kembali lagi menunaikan haji. (John L. Esposito, 2004:115)

Kiranya, apa yang dilakukan oleh Ibrahim beserta keluargnya tentang keteladanan dengan cara memberikan contoh, keikhlasan dan ketulisan hati saat berkurban anaknya (yang digantikan hewan kurban) atas dasar perintah Tuhan melalui mimpinya ini perlu kita renungkan secara bersama-sama dalam kondisi bangsa dan negara yang karut-marut karena ketiadaan pigur dari pemuka agama, pejabat, tokoh masyarakat.

Semoga segala bentuk kekerasan atas nama apa pun dibumihanguskan dari nusantara dan bisa hidup berdampingan, saling memberi sekalipun berbeda agama, keyakinan, suku, etnis dan golongan. Inilah makna terdalam kurban dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara yang harmonis, damai, toleran, saling menghormati, dan sejahtera dengan cara memberikan keteladanan yang baik. Selamat Hari Raya Iduladha 1434 H. Semoga.

IBN GHIFARIE, Peneliti Academia for Religion and Social Studies (ARaSS) Bandung dan Pengelola Laboratorium Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.


×
Berita Terbaru Update